Sebagian Ulama besar dari kita akan berkata bahwa : Ulama adalah orang yang
memiliki wawasan dalam ilmu agama, yaitu orang yang mengerti dan hafal
Al Quran, Hadits, ilmu Fikih, hafal berbagai macam doa, dan juga bisa
jadi adalah orang yang pintar berceramah.
Malahan ada yang melihat sosok seorang ulama dari penampilan
fisiknya. Yaitu seorang pria tua, berjenggot lebat, berbaju gamis dan
sorban, serta kemana-mana selalu dicium tangannya oleh para santrinya.
Dalam sudut pandang tertentu, bisa jadi itu benar. Tapi bisa jadi
kita sedang mengkerdilkan esensi dari kata “ulama” itu sendiri.
Jika kita merujuk kepada Al Quran, maka kita akan menemui bahwa kata
ulama sesungguhnya memiliki makna yang jauh lebih luas dan mendalam.
Kata ulama dalam bahasa Arab berasal dari bentuk tunggal “alim” yang berarti : ”Orang yang berilmu”.
Pertanyaannya : Ilmu apakah yang dimaksud?
Segala ilmu yang memuat rahasia alam semesta, atau hanya terbatas dalam ilmu agama?
Mari kita merujuk kepada ayat-ayat Al Quran!
Tidakkah kamu memperhatikan bahwasanya Allah menurunkan hujan dari
langit lalu Kami hasilkan dengan hujan itu buah-buahan yang beraneka
macam jenisnya. Dan di antara gunung-gunung itu ada garis-garis putih
dan merah yang beraneka macam warnanya dan ada (pula) yang hitam pekat.
Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan
binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan
jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara
hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha perkasa lagi
Maha Pengampun. (QS Al Fathir [35] : 27-28)
Ada dua poin dalam ayat ini yang perlu digaris bawahi :
1) Ayat yang berbicara tentang ulama ini ternyata didahului dengan
perintah Allah untuk memperhatikan berbagai fenomena alam semesta.
2) Penegasan bahwa hanya para ulama yang takut kepada Allah.
Poin pertama menunjukkan kepada kita bahwa ada keterkaitan yang erat
antara memahami berbagai ilmu pengetahuan alam dengan sebutan ulama itu
sendiri.
Poin kedua mengundang pertanyaan bagi kita : benarkah hanya seorang ulama yang takut kepada Allah?
Bukankah kita bisa mendapati banyak sekali orang yang tidak ‘berlabel
ulama’, akan tetapi benar-benar takut dan berserah diri kepada Allah?
Dan bukankah sering pula kita menjumpai orang-orang yang ‘berlabel
ulama’, namun tidak benar-benar takut dan berserah diri kepada Allah,
melainkan lebih mengedepankan kepentingan diri sendiri dan golongannya?
Al Quran tidak mungkin keliru! Mungkin pemahaman kitalah yang belum tepat!
Dengan demikian, di dalam Al Quran jelas bahwa seorang ulama tidak
hanya berarti orang yang pintar dalam ˜ilmu agama saja, namun juga
orang-orang yang ahli dalam berbagai macam disiplin ilmu lainnya.
Imam Malik, Hanafi, Hambali, dan Syafii adalah ‘ulama’ di bidang ilmu fikih.
Imam Bukhari, Muslim, Abu Dawud adalah ‘ulama’ di bidang ilmu sejarah yang menelusuri kehidupan Nabi Muhammad.
Ibnu Sina, Thomas Alva Edison, Albert Einstein, dan B.J Habibie adalah ‘ulama’ di bidang sains.
Ibnu Khaldun dan Adam Smith adalah ‘ulama’ di bidang ekonomi.
Muhammad Abduh, Muhammad Rasyid Ridha, Abdurrahman Wahid, dan
Nurcholish Madjid adalah ‘ulama’ di bidang pembaruan gagasan Islam.
Soekarno, Muhammad Hatta, Tan Malaka, dan Muhammad Yamin adalah ‘ulama’ di bidang wawasan kebangsaan.
Begitulah definisi ulama menurut Al Quran yaitu “orang-orang yang
berilmu”. Akan tetapi ulama sejati adalah orang-orang yang
mendedikasikan ilmunya untuk kehidupan yang lebih baik, dengan
dilandaskan kepasrahan dan pengabdian kepada Allah.
Seorang yang hanya menguasai ilmu tanpa dilandasi niatan
mendedikasikan ilmunya untuk Allah, maka dia bukanlah seorang ‘ulama
sejati’.
Maka, apakah nama-nama yang saya sebutkan di atas adalah orang-orang yang pasrah dan mengabdi kepada Allah?
Allahualam … Hanya Allah saja yang tahu!
Yang jelas, ilmu dipandang sebagai hal yang sangat penting di dalam
ajaran Islam. Rasulullah SAW pernah bersabda bahwa ulama adalah pewaris
para Nabi. Sungguh benar perkataan baginda Rasullulah, karena ajaran
Allah dalam berbagai kitab suci dan juga tanda-tanda kebesaran Allah
akan bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dengan ilmu pengetahuan
yang mendalam.
Seseorang yang tidak memiliki ilmu yang dalam tidak akan benar-benar
memahami maksud di balik penciptaan alam semesta dan segala isinya.
Pantas saja jika suatu ketika, Rasulullah SAW pernah berkata bahwa setan
lebih senang menggoda orang yang shalat sehari penuh, dibandingkan
orang berilmu yang sedang tidur.
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya
malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal,
(yaitu) orang-orang yang, mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau
dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit
dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan
ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa
neraka. (QS Ali Imran [3] : 190-191)
Seorang ulama sejati sudah pasti mengetahui tentang prinsip-prinsip
ajaran Islam, sehingga ia akan senantiasa sabar, bijaksana, berpikiran
terbuka, toleran, mengayomi, menyejukkan, mencerahkan, tidak merasa
paling benar sendiri, menyerukan persatuan dan kesatuan umat manusia
untuk tujuan kebaikan, menyerukan semangat untuk belajar ilmu
pengetahuan, dan berbagai perilaku Qurani lainnya.
Maka jika anda menjumpai seseorang yang berlabel ulama yang senang
mengumbar kemarahan dan kebencian terhadap sesama, merasa paling benar
sendiri dan tidak mau dikoreksi sedikit pun, memecah belah sesama umat
dengan mengkafir-kafirkan dan mensesat-sesatkan mereka yang berbeda
pandangan …
Tidak ada komentar:
Posting Komentar