Rabu, 27 Agustus 2014
TANDA-TANDA ORANG MUNAFIK:
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍو أَنَّ النَّبِيَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وسلم قالَ: أَرْبَعٌ مَنْ كُنَّ فِيْهِ كَانَ مُنَافِقًا
خَالِصًا، وِمَنْ كَانَتْ فِيْهِ خَصْلَة ٌمِنَ النِّفَاقِ حَتَّى يَدَعَهَا: إِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ،
وَإِذَا حَدَّثَ كَذَبَ، وَإِذَا عَاهَدَ غَدَرَ، وَإِذَا خَاصَمَ فَجََرَ (رواه البخاري ومسلم)
Artinya: “Dari Abdullah ibn ‘Amr bahwa Nabi Saw bersabda: “Empat sifat yang barang siapa mengerjakannya, maka ia menjadi munafik tulen, dan barang siapa yang melakukan salah satu dari empat sifat itu, maka di dalam dirinya terdapat sifat nifak sehingga ia meninggalkannya, yaitu: (1) apabila dipercaya, ia berkhianat, (2) apabila berbicara, ia dusta, (3) apabila berjanji, ia tidak menepati, dan (4) apabila bertengkar, ia curang (mau menang sendiri) (HR al-Bukhari dan Muslim)
Kosakata:
مُنافقا خاص : Munafik tulen/ munafik sempurna
خَصْلَة: Sifat, perkara
نِفاق : Hipokrit, munafik
وَدَع – يَدَع : meninggalkan
أُؤْتُمِن : dipercaya
َحدّث : Berbicara, berkata
وَعَدَ : berjanji
عاهََد : mengingkari
خاصَم : bertengkar
فَجَرَ : curang (mau menang sendiri)
كَذَب : berdusta/ berbohong
خان : berkhianat
Dalam riwayat lain, hadist tersebut berbunyi:
عن ابي هريرة ان رسول الله صلى الله عليه و سلم قال : اية المنافق ثلاث اذاحدث كذب واذا وعد اخلف واذ تئمن خان
Artinya: Dari Abu RA. Bahwa Rasulullah SAW. Bersabda: Tanda orang munafik ada tiga: apabila berkata dusta; apabila berjanji ingkar; apabila diberi amanat khianat.
Senin, 25 Agustus 2014
berbakti kepada orang tua:
Hai orang-orang beriman, janganlah kamu jadikan bapa-bapa dan saudara-saudaramu menjadi wali(mu), jika mereka lebih mengutamakan kekafiran atas keimanan dan siapa di antara kamu yang menjadikan mereka wali, maka mereka itulah orang-orang yang zalim. (Q.S At Taubah, 9:23)
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia”. (Q.S Al Israa’, 17:23)
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.” (Q.S Al Israa’, 17:24)
“Dan Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang ibu-bapaknya. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya. Hanya kepada-Ku-lah kembalimu, lalu Aku kabarkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. (Q.S Al ‘Ankabuut, 29:8)
“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”. (Q.S Luqman, 31:15)
“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.” (Q.S Ash Shaafaat, 37:102)
Jumat, 22 Agustus 2014
Syahadat:
dalam al-Qur’an
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Allah bersaksi bahwa tidak ada ilah (sesembahan) -yang benar- selain Dia, dan [bersaksi pula] para malaikat serta orang-orang yang berilmu, demi tegaknya keadilan. Tiada ilah [yang benar] selain Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Ali ‘Imran: 18)
Imam Ibnu Abil ‘Izz al-Hanafi rahimahullah berkata, “Ayat yang mulia ini mengandung penetapan hakikat tauhid dan bantahan bagi seluruh kelompok sesat. Ia mengandung persaksian yang paling mulia, paling agung, paling adil, dan paling jujur, yang berasal dari semulia-mulia saksi terhadap sesuatu perkara yang paling mulia untuk dipersaksikan.” (lihat Syarh al-‘Aqidah ath-Thahawiyah, hal. 90 cet. al-Maktab al-Islami)
Makna persaksian ini adalah bahwa Allah telah mengabarkan, menerangkan, memberitahukan, menetapkan, dan memutuskan bahwa segala sesuatu selain-Nya bukanlah ilah/sesembahan [yang benar] dan bahwasanya penuhanan segala sesuatu selain-Nya adalah kebatilan yang paling batil. Menetapkan hal itu [ilahiyah pada selain Allah] adalah kezaliman yang paling zalim. Dengan demikian, tidak ada yang berhak untuk disembah kecuali Dia, sebagaimana tidak layak sifat ilahiyah disematkan kepada selain-Nya. Konsekuensi hal ini adalah perintah untuk menjadikan Allah semata sebagai ilah dan larangan mengangkat selain-Nya sebagai sesembahan lain bersama-Nya (lihat at-Tafsir al-Qayyim, hal. 178 oleh Imam Ibnul Qayyim rahimahullah)
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Yang demikian itu, karena Allah adalah [sesembahan] yang benar, adapun segala yang mereka seru selain Allah adalah batil. Dan sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (QS. Al-Hajj: 62)
Amal Shaleh:
allah swt berfirman
وَمَا أُمِرُوا إِلا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ
“Tidaklah
mereka diperintahkan kecuali supaya beribadah kepada Allah dengan
semurni-murni ketaatan kepadaNya dalam (menjalankan) agama yang lurus.” (QS. Al Bayyinah 4)
Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّمَا الأعْمَالُ بِالنِّيَاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى
“Sungguh
hanyasannya setiap amalan itu tergantung pada niatnya, dan bagi setiap
orang akan mendapatkan balasan sesuai dengan yang telah ia niatkan.” (HR. Muttafaqqun Alaihi)
Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam pun berkata:
إِنَّ اللهَ لا يَقْبَلُ مِنَ الْعَمَلِ إِلا مَا كَانَ لَهُ خَالِصاً وَابْتَغِي بِهِ وَجْهَهُ (رواه النسائي وحسنه الألباني)
“Sesungguhnya Allah tidak menerima suatu amalan kecuali dari orang yang ikhlas dan hanya mengharap wajahNya.”
(HR. An Nasa’i dan dihasankan oleh Syeikh Al Albani)
Di samping mengikhlaskan amal,
kitapun dituntut untuk beramal sesuai dengan apa yang telah disyariatkan
oleh Allah Azza wa Jalla melalui lisan RosulNya, Allah Azza wa Jalla
berfirman:
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ
“Katakanlah: Jikalau kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” (QS. Ali Imron 31)
Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
“Barang siapa yang mengada-adakan dalam urusan (agama) kami ini, yang bukan darinya maka dia tertolak.” (HR. Bukhari dan Muslim) dan di dalam riwayat yang lain beliau bersabda:
مَنْ عَمِلَ عَمَلا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرِنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Barang siapa yang mengerjakan suatu amalan yang tidak ada perintahnya dari kami, maka amalannya tertolak.”
Dengan
dua syarat inilah seorang muslim dapat terjaga dari musuh-musuh
beratnya yaitu; Riya, Bid’ah dan Syirik. Abul Izz Al Hanafi berkata: “…Maka keduanya merupakan tauhid, tidak ada yang dapat menyelamatkan seorang muslim dari adzab
Allah
kecuali dengan keduanya: Pentauhidan Yang mengutus (tauhidul mursil),
dan Pentauhidan mengikuti yang diutus Shallallahu alaihi wa sallam.” (Syarh Al Aqidah Ath Thahawiyah, hal: 200)
Ibnu Taemiyah berkata: “Secara
umum, keduanya merupakan dua landasan agung, yaitu: pertama: Hendaklah
kita tidak beribadah kecuali kepada Allah, kedua: Kita tidak beribadah
kepadaNya kecuali dengan apa yang telah disyariatkanNya.”. dan kedua
syarat ini adalah merupakan realisasi dari dua kaliamat syadat,
sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla:
لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلا
Artinya: “Agar (Allah) menguji kalian; siapa diantara kalian yang paling baik amalannya.” (QS. Al Mulk 2)
Al Fudhail bin Iyadh berkata: “Yang terikhlas dan terbenar.” Mereka bertanya: Wahai Abu Ali, apakah yang dimaksud yang terikhlas dan terbenar? ia berkata: sesungguhnya
suatu amalan itu apabila dikerjakan dengan ikhlas namun tidak benar,
maka ia tidak akan diterima, dan apabila dikerjakan dengan benar namun
tidak ikhlas, itupun tidak akan diterima, sehingga ia menjadi ikhlas.
Dapat menjadi ikhlas manakala dikerjakan karena Allah Azza wa Jalla, dan
benar manakala sesuai dengan sunnah, dan itulah realisasi firman Allah
Azza wa Jalla:
فَمَنْ كَانَ يَرْجُوا لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلا صَالِحًا وَلا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
“Maka
barang siapa yang mengharap berjumpa dengan Robbnya, hendaklah ia
beramal shaleh, dan janganlah ia menyekutukanNya di dalam ibadah dengan
seorangpun juga
Rabu, 06 Agustus 2014
Tidak mengetahui apa yang ia kerjakan:
“وَمَا
تَدْرِى نَفْسٌۭ مَّاذَا تَكْسِبُ غَدًۭا ۖ وَمَا تَدْرِى نَفْسٌۢ بِأَىِّ
أَرْضٍۢ تَمُوتُ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌۢ ”
“فَإِذَا جَآءَ أَجَلُهُمْ لَا يَسْتَـْٔخِرُونَ سَاعَةًۭ ۖ وَلَا يَسْتَقْدِمُونَ”
“Seseorang
itu tidak akan mengetahui apa yang akan dikerjakan pada esok harinya dan
seorangpun tidak akan mengetahui pula di bumi mana ia akan mati”
(Luqman: 34)”Maka apabila telah tiba waktu ajal mereka, tidaklah mereka
itu dapat mengundurkannya barang sesaat dan tidak pula memajukanya.”
(an-Nahl: 61)
Mendapat kemenangan:
كُلُّ
نَفْسٍۢ ذَآئِقَةُ ٱلْمَوْتِ ۗ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ
ٱلْقِيَٰمَةِ ۖ فَمَن زُحْزِحَ عَنِ ٱلنَّارِ وَأُدْخِلَ ٱلْجَنَّةَ فَقَدْ
فَازَ ۗ وَمَا ٱلْحَيَوٰةُ ٱلدُّنْيَآ إِلَّا مَتَٰعُ ٱلْغُرُورِ
Allah Ta’ala
berfirman: “Setiap jiwa itu akan merasakan kematian, Sesungguhnya
engkau semua itu akan dicukupkan semua pahalamu nanti pada hari kiamat.
Maka barangsiapa yang dijauhkan dari neraka dan dimasukkan dalam syurga,
maka orang itu benar-benar memperoleh kemenangan. Dan Tidaklah
kehidupan dunia ini melainkan kehidupan yang menipu.” (Ali-Imran: 185)
Selasa, 05 Agustus 2014
wasiat Allah:
هَٰذَا مَا تُوعَدُونَ لِكُلِّ أَوَّابٍ حَفِيظٍۢ , مَّنْ خَشِىَ ٱلرَّحْمَٰنَ بِٱلْغَيْبِ وَجَآءَ بِقَلْبٍۢ مُّنِيبٍ
ٱدْخُلُوهَا بِسَلَٰمٍۢ ۖ ذَٰلِكَ يَوْمُ ٱلْخُلُودِ , لَهُم مَّا يَشَآءُونَ فِيهَا وَلَدَيْنَا مَزِيدٌۭ
Inilah yang
dijanjikan kepadamu, (yaitu) kepada setiap hamba yang selalu kembali
(kepada Allah) lagi memelihara (semua peraturan-peraturan-Nya).(Yaitu)
orang yang takut kepada Rob Yang Maha Pemurah sedang Dia tidak kelihatan
(olehnya) dan dia datang dengan hati yang bertobat, Masukilah surga itu
dengan aman, itulah hari kekekalan.Mereka di dalamnya memperoleh apa
yang mereka kehendaki; dan pada sisi Kami ada tambahannya. (Qof 32-35)
nasehat seorang Mukmin:
حَاسِبُوا أنْفُسَكُم قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُا وَزِنُوْهَا قَبْلَ أَنْ تُوْزَنُوْا وَ تَزَيَّنُوا لِلعَرْضِ الأَكْبَر
“Hisablah
diri kalian sebelum kalian dihisab !Timbanglah diri kalian sebelum
kalian ditimbang, dan bersiap siaplah untuk pertunjukan yang besar
(dihari kiamat dihari itu kalian dihadapkan pada pemeriksaan.Tiada yang tersembunyi dari amal perbuatan kita barang satupun)
Kebenaran seseorang tergantung hatinya :
أَلَمْ
يَأْنِ لِلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَن تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ ٱللَّهِ
وَمَا نَزَلَ مِنَ ٱلْحَقِّ وَلَا يَكُونُوا۟ كَٱلَّذِينَ أُوتُوا۟
ٱلْكِتَٰبَ مِن قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ ٱلْأَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ ۖ
وَكَثِيرٌۭ مِّنْهُمْ فَٰسِقُونَ
Belumkah
datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka
mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka),
dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah
diturunkan Al Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang
atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara
mereka adalah orang-orang yang fasik.( Alhadid 16)
Cahaya datang:
يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ
لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ (الحشر
“Hai orang
-orang yang beriman, bertakwalah kepada Alloh dan hendaklah setiap diri
memperhatikan (merenung),apa yang telah diperbuatnya untuk hari
esok(kampung ahkirat),dan bertakwalah kepada Alloh, Sesungguhnya Alloh
maha mengetahui apa yang kamu kerjakan” (Alhasyr 18)
Bertaqwa:
Sesungguhnya orang yang bertaqwa itu berada dalam syurga (tanaman-tanaman) dan didekatnya mata air mata air yang mengalir.Masuk lah kedalam dengan sejahtera lagi aman.Dan kami lenyapkan segala rasa dendam yang berada dalam hati mereka sedangkan mereka merasa bersaudara duduk berhadapan hadapan di atas dipan dipan. Mereka tidak merasa lelah di dalamnya dan mereka sekali kali tidak akan dikeluarkan dari padanya.
Menuntut ilmu di pesantren:
1. تَعَلَّمُوْاالْعِلْمَ ، فّإِنَّ تَعَلُّمُهُ قُرْبَةٌ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ ، وَتَعْلِيْمَهُ لِمَن ْ لاَ يَعْلَمُهُ صَدَقَةٌ ، وَإِنَّ الْعِلْمَ لَيَنْزِلُ بِصَاحِبِهِ فِى مَوْضِعِ الشَّرَفِ وَالرِّفْعَةِ ، وَالْعِلْمُ زَيْنٌ لِأَهْلِهِ فِى الدُّنْيَا وَالأَخِرَةِ . (الربيع)
“Tuntutlah ilmu,sesungguhnya menuntut ilmu adalah pendekatan diri kepada Allah Azza wajalla, dan mengajarkannya kepada orang yang tidak mengetahuinya adalah sodaqoh. Sesungguhnya ilmu pengetahuan menempatkan orangnya dalam kedudukan terhormat dan mulia (tinggi). Ilmu pengetahuan adalah keindahan bagi ahlinya di dunia dan di akhirat.
Langganan:
Postingan (Atom)